Mungkin hanya Tuhan Yang Maha Tahu untuk menjawabnya. Bagaimanapun
dan apapun keadaanku, inilah jalan yang harus aku lalui. Mungkin dari
sejak awal, Ayah sudah menyadari apa yang akan terjadi padaku ketika
dulu sebelum aku terlahir, ia mendapat peringatan keras dari dokter
untuk melarang kelahiranku. Tapi ia juga paham, Ibu yang berhati mulia
seperti istrinya tidak akan pernah tega melakukan apa yang dokter
sarankan walau kematian adalah ancaman terbesar baginya.
Ibu dan
Ayah, sejak dulu memang sudah harus melalui penderitaan cinta untuk
bersatu. Ibuku tiga tahun lebih tua dari Ayah. Ia adalah seorang putri
dari orang tua yang sukses dan kaya. Ayahku hanya seorang anak yang
terlahir dari ibu tunggal yang bekerja sebagai pembuat kue. Mereka
dipertemukan oleh Takdir di saat Ayah yang mendapatkan beasiswa belajar
musik di sekolah musik terkenal sedangkan Ibu adalah seorang senior di
sekolah musik itu. Ibu melihat bakat Ayah yang cukup tinggi dalam
bermain piano.
Ibu terkesan dengan Ayah yang begitu mahir bermain
piano. Ia secara tak sengaja mendengar permainan piano Ayah saat
hendak masuk ke kelasnya. Bukannya masuk ke kelasnya sendiri, ia
malah terduduk di kursi kelas Ayah. Saat Ayah selesai bermain piano,
Ibu memberikan tepuk tangan meriah pada Ayah. Ayah yang saat itu
berusia empat belas tahun hanya tersipu malu melihat ibu yang cantik
memuji permainannya. Sejak saat itu mereka pun berkenalan. Dengan
malu-malu, Ayah mengenalkan dirinya pada Ibu yang usianya tiga tahun
lebih tua darinya.
“Angel…” kata Ibu sambil pergi meninggalkan Ayah.
Awalnya,
Ayah mungkin melihat Ibu sebagai cinta monyet pertamanya. Tapi ketika
ia mulai mencoba mencari tahu tentang Ibu, hatinya langsung ciut
ketika melihat Ibu setiap hari pulang-pergi ke tempat sekolah musik
dengan supir dan mobil mewah. Ia tidak punya nyali untuk mendekati Ibu
dengan hanya bermodalkan sepeda butut peninggalan ayahnya. Dan ia pun
tidak pernah mencoba untuk mendekati Ibu karena ia sudah sadar dari
sejak awal, hanya dalam dongeng mimpi ia bisa mendapatkan gadis
secantik Ibu.
Beberapa waktu kemudian, tanpa sengaja Ayah melihat
Ibu yang menangis di tangga sekolah musik. Saat itu ia hendak naik ke
lantai atas dan berpapasan dengan Ibu yang tampak sedang menangis.
Ayah mencoba melewatinya tapi Ibu memintanya berhenti sambil berkata,
“Memangnya kamu tidak bisa apa menghibur seorang gadis yang sedang menangis? Jangan hanya lewat dan diam saja dong!” kata Ibu.
“Maaf, aku takut membuatmu marah, karena itu tidak ingin mengganggumu.”
“Kan kamu bisa tanya kenapa aku menangis? Gimana sih!” pinta Ibu membuat Ayah bingung.
“Tuh kan bingung, ayo tanya padaku kenapa aku menangis?!” teriak Ibu. Ayah menurutinya dengan gugup.
“Kenapa kamu menangis Angel?”
Ketika
mendengarkan pertanyaan itu, yang ditanya malah berteriak menangis
semakin kencang. Banyak orang yang mendengar tangisan itu langsung
mendekat dan berpikir bahwa Ayah yang membuat Ibu menangis. Ayah
tampak bodoh disudutkan dengan kondisi itu, apalagi supir Ibu langsung
membawa Ibu pergi begitu saja. Sejak saat itu Ayah merasa menjadi
terdakwa dan memutuskan untuk tidak sekolah musik lagi karena tidak
ingin menjadi olok-olokan teman-teman sekelasnya.
Nenek bingung dengan Ayah yang tidak lagi sekolah musik, padahal ia sangat berharap mendapatkan beasiswa itu sejak lama.
“Kamu tidak sekolah musik lagi, Tin?” tanya Nenek.
“Males
Bu, anak-anak orang kaya pada sombong, belajar di rumah juga sama aja.
Toh itu piano tetap bisa jalan kan walau gak perlu belajar tambahan
lagi?”
“Ya terserah kamu saja, yang penting kamu jangan lupa sekolah kamu yang utama, sekolah musik itu kan cuma tambahan saja.”
Menghabiskan
waktu di rumah, Ayah ikut membantu Nenek menjaga toko rotinya. Tanpa
ia sangka, Angel muncul di tokonya untuk membeli kue. Ia terkejut
melihat Ayah yang sudah lama ia cari dan ini adalah pertemuan yang
sudah ia nantikan.
“Ternyata kamu kerja di sini ya?”
“Enggak kok, ini toko roti ibuku.”
“Oo… begitu. Martin, itu kan nama kamu?” tanya Ibu.
“Iya, Martin.”
“Kenapa kamu gak sekolah musik lagi?”
“Gapapa, aku lagi pengen bantu ibuku saja, kebetulan para pegawainya lagi pulang kampung.”
“Jadi
bukan karena kejadian saat itu kan?” tanya Angel sekedar untuk
mengingatkan kejadian tangisnya yang heboh di sekolah musik.
“Bu… bukan!” jawabnya gugup.
“Baiklah kalau begitu, aku beli sepuluh roti isi coklat. Tolong dibungkus!”
Ayah
dengan cepat mengemas roti pesanan Ibu dan beberapa saat kemudian
menyerahkan sekantung roti penuh pada Ibu. Sambil memberikan uang, Ibu
berkata,
“Aku minta maaf ya atas kejadian kemarin, aku sedang ada
masalah pribadi saja. Kapan-kapan kalau kamu ada waktu, aku akan
jelaskan,” ucap Ibu.
“Gapapa, dengan senang hati aku akan mendengarkan ceritamu,” kata Ayah tersipu malu.
Ibu
pun pergi dari toko dan Ayah hanya terdiam bingung. Hatinya senang
ketika gadis cantik itu meminta waktu untuk mendengar ceritanya.
Tiba-tiba Ibu kembali lagi sambil berkata,
“Hai, besok di sekolah musik aku akan tampil. Kamu datang ya jam dua siang,” kata Ibu yang kemudian pergi begitu saja.
Ayah
benar-benar seperti mabuk kepayang dengan permintaan Ibu. Hatinya
begitu senang hingga membuat Nenek harus mengetuk kepalanya dengan
sendok adonan hingga tersadar dari lamunan.
“Ibu, aku mau lanjutin sekolah musik lagi!” teriak Ayah.
“Lah, tadi katanya bosen, gimana sih!! Sudah jangan aneh-aneh, mandi sana! Biar Ibu yang jaga sekarang.”
“Iya
tadi bosen, sekarang sudah enggak, besok aku sekolah lagi,” kata
Ayah pergi ke dalam kamar sambil menutup kepalanya dengan bantal.
***
Keesokan
harinya, Ayah benar-benar menepati janjinya untuk melihat penampilan
Ibu Ibu di sekolah musik. Saat itu banyak murid yang tampil menjalani
uji kelayakan naik kelas atau level. Ayah datang saat Ibu sedang
berada di atas panggung. Banyak penonton yang begitu terhanyut oleh
alunan musik piano klasik yang Ibu mainkan. Sesekali Ibu menolehkan
wajahnya ke arah penonton dan berharap Ayah ada di sana hingga
akhirnya setelah beberapa kali menoleh, ia menemukan Ayah yang sedang
berdiri karena tidak kebagian kursi.
Setelah musik selesai, tepuk
tangan Ayah terdengar paling nyaring di antara yang lain. Ibu tertawa
kecil melihat Ayah yang memuji penampilannya. Sejak saat itu keduanya
pun menjadi dekat. Mereka selalu menghabiskan waktunya di sekolah musik
bersama. Itulah cinta monyet pertama Ayah. Walau mereka tidak pernah
mengatakan cinta dan menyatakan berpacaran, keduanya selalu dekat dan
saling menghabiskan waktu bermain musik piano sebagai bentuk jalinan
cinta mereka.
***
Cinta mereka tidak selamanya
berjalan baik. Empat bulan setelah masa-masa indah itu, Ibu harus
melanjutkan pendidikannya ke Amerika yang disambut Ayah dengan penuh
kesedihan. Memang jarak cinta dan usia sangat berpangaruh terhadap
hubungan mereka. Ibu yang lulus dari bangku SMA harus melanjutkan
kuliah sedangkan Ayah justru baru saja masuk SMA. Hal-hal itulah yang
akhirnya membuat mereka sulit bersama.
Ayah begitu berat
melepaskan Ibu di saat terakhir pertemuan mereka. Mereka menghabiskan
waktu dengan bermain piano bersama. Di antara suara alunan piano,
mereka pun bicara dengan hati yang terluka.
“Kalau aku pergi dari sini, apa kamu akan tetap sekolah piano disini?” tanya Ibu.
“Tidak, aku akan kembali membantu Ibu dan fokus pada sekolah umumku.”
“Kenapa, kamu kan suka main piano apalagi kamu sekolah di sini kan tidak dipungut biaya?”
“Tidak ada kamu di sini itu hanya membuatku sulit untuk melupakan kenangan kita,” kata Ayah dengan wajah sedih.
“Aku mungkin tidak akan kembali,” ucap Ibu kemudian membuat Ayah kaget.
“Kenapa kamu tidak kembali? Padahal aku berjanji untuk menunggu kamu sampai kembali.”
“Semua
tergantung ayahku. Ia yang memutuskan, kalaupun harus kembali itu
harus setelah aku selesai kuliah, memangnya kamu sanggup apa menunggu
sekian tahun?”
“Aku pasti sanggup!”
Ibu hanya tersenyum. Ia
sedikit lebih dewasa untuk menahan tangis di samping Ayah. Dan itulah
saat-saat terakhir mereka bersama, dalam sebuah ruangan dan bermain
piano bersama. Ibu pun pergi melanjutkan pendidikan kuliahnya di
Amerika, sedangkan Ayah memutuskan keluar dari sekolah musik dan fokus
pada sekolah pendidikan umumnya. Di hatinya hanya ada satu hal: ia
akan terus menunggu dan menunggu hingga Ibu kembali walau ia tidak
pernah tahu kapan itu terjadi.
***
Lima tahun kemudian…
Ibu
kembali saat usianya sudah 23 tahun. Ia mungkin sudah melupakan Ayah
untuk waktu yang lama. Ayah telah menjadi seorang pemuda tampan berusia
20 tahun. Ia baru saja lulus kuliah dan bekerja pada perusahaan dimana
ayahnya Ibu adalah pemiliknya. Mereka bertemu saat Ibu tidak sengaja
mampir ke kantor ayahnya. Saat itu di sebuah sebuah lift, Ibu dan Ayah
saling berpapasan. Ayah tidak akan pernah lupa wajah Ibu yang cantik
dan begitu pula sebaliknya. Keduanya salah tingkah tapi bahagia dengan
pertemuan itu kemudian keduanya sepakat untuk melanjutkan pertemuan
itu dengan makan malam.
Ayah tidak pernah tau kalau perusahaan
keuangan yang ia tempati adalah milik Ibu. Ia pun tak menyangka bahwa
Ibu akan bekerja di tempat yang sama. Keduanya semakin dekat hingga
Ayah menepati janjinya kepada Ibu.
Ia tidak pernah memiliki
seorang kekasih pun setelah berpisah dengan Ibu. Lain halnya dengan
Ibu yang sudah memiliki beberapa kekasih dan itu ditunjukkannya kepada
Ayah lewat foto-foto saat ia bersama mantan kekasihnya di Amerika.
Ayah
pun tidak peduli dengan semua itu. Baginya yang terpenting saat ini ia
sudah bisa bertemu dengan Ibu kembali dengan hati yang sepenuhnya
mencintainya. Hati Ibu pun luluh melihat Ayah sebagai sosok pria sejati
yang layak mendampingi hidupnya.
Sayang seribu sayang, kisah
cinta mereka akhirnya sampai ke telinga Kakek. Ia marah karena tidak
sudi melihat Ibu berpacaran dengan karyawan rendahannya. Ia malu dan
gengsi dengan hubungan tersebut. Tanpa sebab yang jelas, Kakek memecat
Ayah hingga membuat Ibu sangat marah. Ibu pun menyadari bahwa
hubungannya telah diketahui ayahnya. Ia protes padanya.
“Kenapa
Ayah tidak bisa memisahkan masalah pribadi dan perkerjaan? Jangan
sewenang-wenang memecat Martin, ia tidak memiliki kesalahan dan
bekerja dengan baik untuk perusahan kita!”
“Ia memang bekerja dengan baik tapi menghancurkan impian Ayah dengan baik juga terhadap kamu.”
“Angel sudah besar Ayah. Angel tau apa yang pantas Angel lakukan.”
“Pantas?
Menurutmu pantas berpacaran dengan seorang karyawan rendahan dan
seluruh karyawan di sini menggunjingkan ayahmu? Dimana letak urat
malumu? Memangnya kamu sudah tidak laku sehingga harus pacaran dengan
orang rendahan seperti itu?”
“Martin pria yang baik dan tidak
serendah yang Ayah pikirkan. Kalau Martin dipecat, mulai hari ini,
Angel pun angkat kaki dari perusahaan ini!”
Sejak saat itulah
hubungan Ibu dan Kakek menjadi berantakan. Ibu sadar, Ayah pasti tahu
mengapa ia dipecat dari perusahaan. Dengan berbesar hati ia menerima
semua keputusan perusahaan dan tidak masalah baginya karena ia bisa
bekerja pada perusahaan lain. Hubungan cinta itu terus berjalan tanpa
sepengetahuan siapapun hingga dua tahun kemudian, mereka memutuskan
untuk melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius ketika ibu
berusia 25 tahun.
Ayah melamar Ibu di depan keluarganya dan
langsung mendapatkan hujatan. Melihat tindakan nekad itu, kedua orang
tua Ibu memutuskan untuk membawanya ke Amerika dan membuat cinta mereka
terpisah. Awalnya semua berjalan dengan baik, tapi di saat-saat
terakhir sebelum keberangkatannya, Ibu berhasil melarikan diri. Ia
kabur ke rumah Ayah di bawah hujan yang deras. Di samping nenek, Ibu
memohon untuk tinggal bersama Ayah.
Nenek yang tidak tega dan
lebih berpikiran luas akhirnya mengizinkan keduanya tinggal bersama.
Karena cepat atau lambat, orang tua Ibu akan mencarinya, maka keduanya
pun memutuskan untuk kabur ke kampung halaman Ayah di Semarang. Di sana
mereka hidup bersama dan akhirnya merayakan pernikahan secara resmi
dengan membawa sedikit saksi-saksi yang dapat membuat sah pernikahan
mereka. Ibu kembali dengan surat nikah ke hadapan orang tuanya bersama
Ayah.
Dengan wajah penuh emosi, saat itu Kakek berkata,
“Mulai saat ini, kamu bukanlah anakku lagi, pergi dari rumah ini!”
Dengan
tangis, Ibu pergi meninggalkan rumah dan kemewahan miliknya. Sebelum
ia pergi, adik kandung satu-satunya memberikan sedikit uang yang
langsung mereka tolak. Adik Ibu memaksa dan berharap uang itu bisa
digunakan untuk masa depan keluarga kecil ini karena setelahnya, mungkin
mereka tidak akan pernah bertemu lagi dengan mereka. Keluarga besar
Ibu memutuskan untuk selamanya menetap di Amerika dan meninggalkan
semuanya.
Simpanan uang yang diberikan adik Ibu akhirnya dijadikan
bekal membangun sebuah keluarga di Semarang, kampung Ayah. Ibu membuat
kursus musik secara pribadi dan Ayah berkerja di kantor keuangan.
Setahun
kemudian, Ibu mulai mengandungku. Keluarga kecil itu begitu bahagia
melengkapi kehidupan barunya hingga Ibu memutuskan untuk berhenti
mengajar les piano dan fokus pada bayi kecil yang kelak menjadi diriku
di masa depan.
Sebulan aku dalam kandungan, Ibu mulai tampak
telihat aneh. Ia sering merasa sakit dan tubuhnya melemah. Ayah mulai
cemas karena Ibu tidak seperti ibu hamil lainnya. Apalagi Nenek juga
melihat keanehan karena semakin besar usia kandungannya, Ibu semakin
terlihat tidak sehat. Ayah membawa Ibu ke dokter dan inilah hal yang
paling memilukan terjadi dalam kehidupan mereka. Tanpa mereka sadari,
ada hal lain dalam hidup mereka yang tidak bisa disatukan.
Ayah
memiliki darah yang bertolak belakang dengan Ibu. Ayah memiliki rhesus
darah positif sedangkan Ibu memiliki darah rhesus negatif. Dalam
dunia kedokteran, kedua darah tersebut tidak diperbolehkan untuk
bersama. Pernikahan yang terjadi tanpa pernah melihat apa yang
membedakan mereka itu pun akhirnya menjadi masalah bagi Ibu. Ibu
mengandung aku yang memiliki rhesus darah positif milik Ayah dan itu
membuat tubuh Ibu menolak kandungan Ibu.
Dan akibat perbedaaan
itu, usia kandungan yang semakin besar membuat tubuh Ibu semakin
menderita. Dokter menyarankan Ibu untuk mengugurkan kandungan, tapi Ibu
menolak keras rencana itu. Bagi Ibu, aku adalah segalanya dalam hidup.
Ayah tidak bisa melakukan apapun dan tidak juga menyarankan Ibu untuk
mengugurkan kandungannya. Karena ia tahu, Ibu begitu mencintai aku dan
tidak akan pernah mau melakukan tindakan kejam itu. Tindakan Ibu yang
tegas akhirnya hanya membuat dokter mengikuti kehendaknya tapi ia
mengingatkan Ibu bahwa Ibu bisa kapan saja mengalami kondisi kritis
bila aku dipertahankan.
Dengan bertahan di atas kesakitan dan maut
yang siap kapan saja menjemput, Ibu percaya bahwa Tuhan menciptakan
aku dalam hidupnya dengan penuh tujuan. Akhirnya setelah masa-masa
penuh derita itu, saat usia kandungan mencapai tujuh bulan, Ibu
tiba-tiba pingsan tak sadarkan diri. Ayah membawanya ke dokter untuk
dirawat di unit gawat darurat. Saat itu dokter memutuskan untuk
mempercepat proses kelahiranku karena kondisi Ibu akan semakin sangat
kritis bila aku terus bertahan.
Tanpa pernah melihatku saat
matanya terbuka, Ibu meninggal saat aku benar-benar berhasil
diselamatkan oleh dokter. Ayah hanya bisa termenung sedih melihat
kepergian Ibu yang begitu mendadak. Tapi ia selalu teringat janjinya
pada Ibu di saat Ibu memutuskan untuk bertahan dengan aku di dalam
tubuhnya.
“Anak ini… walau orang lain mengatakan tidak pantas
untuk dilahirkan, bagiku ia adalah malaikat yang hidup dihatiku,
Martin. Kelak ketika ia lahir, berikanlah nama Angel padanya. Karena
Dokter bilang anak ini berjenis kelamin perempuan.”
“Kenapa kamu berkata begitu?”
“Karena aku takut kamu lupa untuk memberikan nama ini, jadi aku ingatkan.”
Tak
pernah disangka Ayah, itulah pesan terakhir Ibu untuk Ayah sebelum ia
meninggal. Ayah hanya bisa menangis dan berusaha tegar untuk kedua
kalinya ia harus ditinggalkan Ibu. Dan kini, aku mengerti mengapa aku
menangis begitu kencang saat aku terlahir ke dunia ini. Mungkin karena
aku menangis untuk memanggil Ibu yang telah pergi untuk mengorbankan
jiwanya demi aku. Aku menangis karena aku ikut bersedih tidak pernah
bisa melihatnya seperti ia tidak pernah bisa melihatku ketika terlahir…
bersambung...
Sumber : KLiK DISINI
0 komentar:
Posting Komentar